h@i kaWAn2

Selasa, 11 Mei 2010

Perbezaan Ilmu dan Harta

Suatu hari Syaidina Ali a.s ditanya tentang perbezaan antara ilmu dengan harta, lalu beliau menjawab seperti berikut:-

1. Ilmu adalah warisan dari nabi-nabi sedangkan harta adalah warisan dari Firaun, Syidad dan Namrud.

2. Orang yang berilmu banyak mempunyai kawan , sedangkan orang yang berharta akan banyak musuh.

3. Ilmu kalau di berikan kepada orang lain ia akan bertambah, harta jika diberikan kepada orang lain pasti akan berkurang.

4. Orang berilmu disebut "kariim" (mulia), sedangkan orang kaya disebut "bakhil"(kedekut)

5. Harta mesti dijaga takut dicuri atau hilang, Ilmu dia akan menjaga kita.

6. Orang yang berharta akan dihisab, sedangkan orang berilmu mendapat syafaat.

7. Harta pasti akan rosak dimakan zaman, sedangkan ilmu tidak.

8. Harta akan mengeraskan hati, ilmu akan melembutkan hati.

9.Orang berharta akan mengaku sebagi tuhan, orang berilmu pasti akan mengakui dirinya hamba Allah SWT.

AWAS...PENIPUAN CYBER

Semalam saya menerima satu email dari CIMB Value Customer mengarahkan update data saya melalui CIMB clicks secepat mungkin....kalau tidak update, data kami tak boleh detect. Maka saya pun update data yang di ada dalam blog tu...data tersebut meminta masukkan nama ID, password dan nama ibu...maka saya update saja lah.

pada sebelah petang, saya menerima satu sms dari hp supaya memasukkan TAC no.????? dengan jumlah RM7,617.00 kedalam akaun bernama JOHAN melalui WESTERN BANK.

Saya merasa was-was, lalu hubungi CIMB services centre untuk pengesahan.....nak tau apa jawapan nya? pegawai itu kata, setakat bulan April 10 saja, dah beribu-beribu orang sudah tertipu dengan jenayah cyber sebegini ini.

Ingat nak buat lapuran polis.....tapi fobia dan trauma juga mengingatkan adik kita ditembak tanpa belas.....maka terbatal dgn sendiri. Bila periksa balik akaun saya.....jumlah nya tidak terusik.

Moral of the story : Sekarang ni dah tak selamat nak simpan duit.

Kisah sepohon epal

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon epal besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon epal itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rendang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon epal itu. Demikian pula, pohon epal sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon epal itu setiap harinya. Suatu hari dia mendatangi pohon epal. Wajahnya tampak sedih. "Mari ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon epal itu. "Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi." jawab anak lelaki itu. "Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya wang untuk membelinya." Pohon epal itu menyahut, "Aduhai, maaf aku pun tak punya wang... tetapi kau boleh mengambil semua buah epalku dan menjualnya. Kau boleh mendapatkan wang untuk membeli mainan kegemaranmu. " Anak lelaki itu sangat gembira. Dia lalu memetik semua buah epal yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi.

Pohon epal itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon epal sangat senang melihatnya datang. "Marilah bermain-main denganku lagi." kata pohon epal. "Aku tak ada waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami memerlukan rumah untuk tempat tinggal. Mahukah kau menolongku?" "Aduhai, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangunkan rumahmu." kata pohon epal.

Kemudian, anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon epal itu dan pergi dengan gembira. Pohon epal itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi.

Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon epal merasa sangat suka hati menyambutnya. "Marilah bermain-main lagi denganku." Kata pohon epal. "Aku sedih," kata anak lelaki itu. "Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berhibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk bersiar?". "Aduh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah ." Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon epal itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Dia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon epal itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. "Maaf, anakku," kata pohon epal itu. "Aku sudah tak memiliki buah epal lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah epalmu." Jawab anak lelaki itu. "Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang boleh kau panjat," kata pohon epal. "Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu." jawab anak lelaki itu. "Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang boleh aku berikan padamu.Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini," kata pohon epal itu sambil menitikkan air mata.

"Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang." kata anak lelaki. "Aku hanya menginginkan tempat untuk beristirehat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu. "Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirehat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirehatlah dengan tenang." Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon epal itu sangat gembira dan tersenyum sambil menitiskan air matanya.

KESIMPULAN
Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon epal itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh membesar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang boleh mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Kamu mungkin berfikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi kadang begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.

Terima kasih

Isnin, 19 April 2010

Tahukah anda apakah kopi yg termahal di dunia?

Cappucino? Expresso? Mocha?
What? Kopi Janda? Tu yg mahal bukan kopinya.. tapi jandanya. Kah kah kah...

Biasa kita minum kopi.. kopi yg diproses dari biji kopi asli. Tapi berlainan dengan kopi ini. Nama pun paling mahal, mesti la ada spesel nya.. Hehe.

Pernah dengar nama Kopi Luwak? Kopi Luwak ialah kopi paling mahal di dunia.

Kenapa mahal? Sebab ia ada ingredient tambahan.. diproses dan diadun secukup rasa, bukan dalam periuk belanga, tapi dalam perut haiwan.. Haa, jangan terkejut beb. Sebab tu la mahal.. Hehe.

cid:image001.jpg@01CAA4C1.B4B366E0

Kopi Luwak keluaran Thailand berjenama 'Doi Chaang'.


cid:image002.jpg@01CAA4C1.B4B366E0

Kopi Luwak keluaran Filipina berjenama 'Alamid'.



cid:image003.jpg@01CAA4C1.B4B366E0

Eh.. menatang ape ni? Apa kaitan dengan kopi lak ni?

Haa.. menatang ni la yg buat kopi ni sedap. Menatang ni la yg telah menaiktaraf status kopi ni jadi the most expensive coffee in this world!

Cane jadi gitu pulak? Haa.. relek.. follow story kat bawah ni...

cid:image004.jpg@01CAA4C1.B4B366E0

Menatang ni namanya Civet. Lebih kurang macam musang la, badan bintik2.. membiak area Asia , Afrika dan Eropah.


cid:image005.jpg@01CAA4C1.B4B366E0

Petani di Jawa Timur memetik biji kopi sebagai makanan Civet.


cid:image006.jpg@01CAA4C1.B4B366E0

Hanya biji kopi yg elok dan terpilih je dijadikan makanan Civet.. demi menghasilkan kopi yg berkualiti tinggi.. Errkkk..


cid:image007.jpg@01CAA4C1.B4B366E0

cid:image008.jpg@01CAA4C1.B4B366E0

Civet diberi makan biji kopi terpilih. Masa proses penghadaman, enzim Civet akan bercampur dengan biji kopi ni. Bila najis keluar, ia akan menghasilkan biji kopi yg unik dan tasty.. Gulp!


cid:image009.jpg@01CAA4C1.B4B366E0

Najis Civet dipungut untuk diproses.


cid:image010.jpg@01CAA4C1.B4B366E0

Haha.. amacam, ada macam wafer cereal tak? Kah kah kah...


cid:image011.jpg@01CAA4C1.B4B366E0

cid:image012.jpg@01CAA4C1.B4B366E0

cid:image013.jpg@01CAA4C1.B4B366E0

Proses pembersihan dan pemilihan biji kopi Civet yg terbaik untuk dikisar menjadi serbuk kopi.


cid:image014.jpg@01CAA4C1.B4B366E0

cid:image015.jpg@01CAA4C1.B4B366E0

Inilah hasilnya... Kopi Termahal di Dunia!! Wahaha..

Rabu, 14 April 2010

A GOOD ARTICLE TO SHARE TO EVERYONE!!!

Mr Kitahara is a famous Japanese TV satire movie star cum director..
He has recently won another international film award.

A few years ago his mother passed away.
He went home to attend her funeral.
He never quite liked his mother,
because she kept asking him for money.
Should he missed a payment,
his mother would call him up and scolded him.
On top of that,
the more famous he became the more money
his mother demanded from him.


When he arrived at the funeral,
he still cried very miserably.
He felt that he did not fulfill his duties
as a son to take care of his mother during her living years.


At the end of the service,
as he was about to leave,
his brother handed him a small parcel saying,
"Mother asked me to pass this to you."
Carefully he opened the parcel.


He found within, a savings passbook and a letter.
The savings account was under his name
with a balance of tens of million Yen.
In the letter his mother wrote,


"Dear son, among all my children, you are the one whom got me most worried. You were never an academic, a true spendthrift and over generous to your friends.
When I knew that you were going to work in Tokyo,
I was worried that one day you would become a bankrupt.
That is why I insist on you sending me money every month.
This is to give you a drive to earn more money,
at the same time help you to save. Here is all your money,
I did not have to spend a cent,
for your brother has taken care of me very well.
Now take the money and spend wisely."


After reading the letter he broke down with tears and sorrow...

The richest man in TaiWan,
late Mr.Wang Yoong Ching once said:

The dollar that you earned does not belong to you.
The dollar that you saved is genuinely yours.

With the worldwide economy down turn,
growth rate and interest rates are decreasing
while inflation is on the hike.
Do not underestimate the little expenses that we have,
like a cup of coffee,
a packet of cigarettes
or a nice new shirt.
If we can save it,
it might change our life.
If you have friends who find it hard to save,
please share with them the little story of Mr Kitahara.

The cause of a future that can not be sustained
financially is not due to income that is too low,
it is EXPENSES THAT IS OVERLY HIGH.

file:///C:/Documents%20and%20Settings/zahra/Local%20Settings/Temp/The_Colorful_Friends.pps

kod lemak babi

1

E

100

16

E

280

31

E

434

46

E

482

2

E

110

17

E

300

32

E

435

47

E

483

3

E

120

18

E

301

33

E

436

48

E

491

4

E

140

19

E

325

34

E

440

49

E

492

5

E

141

20

E

326

35

E

441

50

E

493

6

E

153

21

E

327

36

E

470

51

E

494

7

E

160

22

E

334

37

E

471

52

E

495

8

E

161

23

E

335

38

E

472

53

E

542

9

E

210

24

E

336

39

E

473

54

E

570

10

E

213

25

E

337

40

E

474

55

E

572

11

E

214

26

E

422

41

E

475

56

E

631

12

E

216

27

E

430

42

E

476

57

E

635

13

E

234

28

E

431

43

E

477

58

E

904

14

E

252

29

E

432

44

E

478

59

E

920

15

E

270

30

E

433

45

E

481

Sabtu, 10 April 2010

Mana air ni ....... takkan tak ada air....................
Lapar la ....... nak makan ...............

LAWAK H1N1 ....

Jubah Buat Ibu...


> "Apa nak jadi dengan kau ni Along? Bergaduh! > Bergaduh! Bergaduh! Kenapa kau degil sangat ni? Tak > boleh ke kau buat sesuatu yang baik, yang tak > menyusahkan aku?", marah ibu. Along hanya membungkam. > Tidak menjawab sepatah apapun. "Kau tu dah besar > Along. Masuk kali ni dah dua kali kau ulang ambil > SPM, tapi kau asyik buat hal di sekolah. Cuba la kau > ikut macam Ang! ah dengan Alang tu. Kenapa kau susah > sangat nak dengar nasiha t orang hah?", leter ibu > lagi. > > Suaranya kali ini sedikit sebak bercampur marah. > Along terus membatukan diri. Tiada sepatah kata pun > yang keluar dari mulutnya. Seketika dia melihat si > ibu berlalu pergi dan kembali semula dengan rotan di > tangannya. Kali ini darah Along mula menderau. Dia > berdoa dalam hati agar ibu tidak memukulnya lagi > seperti selalu. "Sekarang kau cakap, kenapa kau > bergaduh tadi? Kenapa kau pukul anak pengetua tu? > Cakap Along, cakap!" Jerkah ibu. Along semakin > berdebar-debar namun dia tidak dapat berkata-kata. > Suaranya bagai tersekat di kerongkong. Malah, dia > juga tidak tahu bagaimana hendak menceritakan hal > sebenar. Si ibu semakin bengang. " Jadi betul la kau > yang mulakan pergaduhan ye!? Nanti kau, suka sangat > cari penyakitkan, sekarang nah, rasakan!" Si ibu > merotan Along berkali-kali dan berkali-ka! li jugaklah > Along menjerit kesakitan. > > "Sakit bu...sakit....maafkan Along bu, Along janji > tak buat lagi....Bu, jangan pukul bu...sakit bu..." > Along meraung meminta belas si ibu agar tidak > merotannya lagi. "Tau sakit ye, kau bergaduh kat > sekolah tak rasa sakit?" Balas ibu lagi. Kali ini > semakin kuat pukulan si ibu menyirat tubuh Along yang > kurus itu. "Bu...ampunkan Along bu...bukan Along yang > mulakan...bukan Along....bu, sakit bu..!!", rayu > Along dengan suara yang tersekat-sekat menahan pedih. > Along memaut kaki si ibu. Berkali-kali dia memohon > maaf daripada ibunya namun siratan rotan tetap > mengenai tubuhnya. Along hanya mampu berdoa. Dia > tidak berdaya lagi menahan tangisnya. Tangis bukan > kerana sakitnya dirotan, tapi kerana memikirkan tidak > jemukah si ibu merotannya setiap hari. Setelah > hatinya puas, si ibu mula berh! enti merotan Along. > Tangan Along yang masih memaut kakinya it u di tepis > kasar. Along menatap mata ibu. Ada manik-manik kaca > yang bersinar di kelopak mata si ibu. Along memandang > dengan sayu. Hatinya sedih kerana telah membuatkan > ibunya menangis lagi kerananya. > > Malam itu, Along berjaga sepanjang malam. Entah > mengapa matanya tidak dapat dilelapkan. Dia asyik > teringatkan peristiwa dirotan ibu petang tadi. > Begitulah yang berlaku apabila ibu marahkannya. Tapi > kali ini marah ibu sangat memuncak. Mungkin kerana > dia menumbuk anak pengetua sewaktu di sekolah tadi > menyebabkan pengetua hilang sabar dan memanggil > ibunya ke sekolah untuk membuat aduan kesekian > kalinya. Sewaktu di bilik pengetua, Along sempat > menjeling ibu di sebelah. Namun, dia tidak diberi > kesempatan untuk bersuara. Malah, semua kesalahan itu > di dilemparkan kepadanya seorang. Si Malik anak > pengetua itu bebas seolah-olah ! sedikit pun tidak > bersalah dalam hal ini. Along mengesat sisa-sisa air > mata yang masih bertakung di kelopak matanya. Dia > berlalu ke meja tulis mencapai minyak sapu lalu > disapukan pada bekas luka yang berbirat di tubuhnya > dek rotanan ibu tadi. Perlahan-lahan dia menyapu ubat > namun masih tetap terasa pedihnya. Walaupun sudah > biasa dirotan, namun tidak seteruk kali ini Along > merebahkan badannya. Dia cuba memejamkan mata namun > masih tidak mahu lelap. Seketika wajah ibu menjelma > diruang ingatannya. Wajah ibu suatu ketika dahulu > sangat mendamaikan pada pandangan matanya. Tetapi, > sejak dia gagal dalam SPM, kedamaian itu semakin > pudar dan hanya kelihatan biasa dan kebencian di > wajah tua itu. Apa yang dibuat serba tidak kena pada > mata ibu. Along sedar, dia telah mengecewakan hati > ibu dahulu kerana mendapat keputusan yang corot dalam >! SPM. Tetapi Along tidak pernah ambil hati dengan > sikap ibu w alau adakalanya kata-kata orang tua itu > menyakiti hatinya. Along sayang pada ibu. Dialah > satu-satunya ibu yang Along ada walaupun kasih ibu > tidak semekar dahulu lagi. Along mahu meminta maaf. > Dia tidak mahu menjadi anak derhaka. Fikirannya > terlalu cacamarba, dan perasaannya pula semakin resah > gelisah. Akhirnya, dalam kelelahan melayani perasaan, > Along terlelap juga. > > Seminggu selepas peristiwa itu, si ibu masih tidak > mahu bercakap dengannya. Jika ditanya, hanya sepatah > dijawab ibu.. Itupun acuh tidak acuh sahaja. Pulang > dari sekolah, Along terus menuju ke dapur. Dia > mencangak mencari ibu kalau-kalau orang kesayangannya > itu ada di situ. Along tersenyum memandang ibu yang > terbongkok-bongkok mengambil sudu di bawah para dan > kemudian mencacap makanan yang sedang dimasak itu. > Dia nekad mahu menolong. Mudah-mudahan usahanya kali > ini berjaya mengambil hati ibu. Namun, belum sempat > dia melangkah ke dapur, adik perempuannya yang baru > pulang daripada mengaji terus meluru ke arah ibu. > Along terperanjat dan cuba berselindung di sebalik > pintu sambil memerhatikan mereka.. > > " Ibu..ibu masak apa ni? Banyaknya lauk, ibu nak buat > kenduri ye!?" Tanya Atih kehairanan. Dia tidak pernah > melihat ibunya memasak makanan yang pelbagai jenis > seperti itu. Semuanya enak-enak belaka. Si ibu yang > lincah menghiris sayur hanya tersenyum melihat > keletah anak bongsunya itu. Sementara Along disebalik > pintu terus memerhatikan mereka sambil memasang > telinganya. "Ibu, Atih nak rasa ayam ni satu boleh?" > " Eh jangan, nanti dulu. Ibu tau Atih lapar, tapi > tunggulah Kak Ngah dengan Alang balik dulu. Nanti > kita makan sekali. Pergi naik atas mandi dan tukar > baju dulu ye!", si ibu b! ersuara lembut. Along menarik > nafas panjang dan melepaskannya perlahan. 'anak-anak > kesayangan ibu nak balik rupanya..' bisik hati kecil > Along. "Kak Ngah dengan Alang nak balik ke ibu?", > soalnya lagi masih belum berganjak dari dapur. Si ibu > mengangguk sambil tersenyum. Di wajahnya jelas > menampakkan kebahagiaan. "Oooo patutlah ibu masak > lauk banyak-banyak. Mmm bu, tapi Atih pelik la. > Kenapa bila Along balik, ibu tak masak macam ni > pun?". Along terkejut mendengar soalan Atih Namun dia > ingin sekali tahu apa jawapan dari ibunya. "Along kan > hari-hari balik rumah? Kak Ngah dengan Alang lain, > diorang kan duduk asrama, balik pun sebulan sekali > ja!", terang si ibu. "Tapi, ibu tak penah masak lauk > macam ni dekat Along pun..", soal Atih lagi. Dahinya > sedikit berkerut dek kehairanan. Along mula terasa > sebak. Dia mengakui kebenaran kata-kata adiknya itu > namun dia tidak mahu ada perasaan dendam atau marah > walau secalit pun pada ibu yang sangat disayanginya. > "Dah tu, pergi mandi cepat. Kejap lagi kita pergi > ambil Kak Ngah dengan Alang dekat stesen bas." , arah > ibu. Dia tidak mahu Atih mengganggu kerja-kerjanya di > dapur dengan menyoal yang bukan-bukan. Malah ibu juga > tidak senang jika Atih terus bercakap tentang Along. > Pada ibu, Along anak yang derhaka yang selalu > menyakiti hatinya. Apa yang dikata tidak pernah > didengarnya. Selalu pula membuat hal di sekolah > mahupun di rumah. Disebabkan itulah ibu semakin > hilang perhatian pada Along dek kerana marah dan > kecewanya. > > Selepas ibu dan Atih keluar, Along juga turut keluar. > Dia menuju ke Pusat Bandar sambil jalan-jalan buat > menghilangkan tekanannya. Tiba di satu kedai, kakinya > tiba-tiba berhenti melangkah Matanya terpaku pada > sepasang jubah putih berbunga ungu yang di lengkapi! > dengan tudung bermanik. 'Cantiknya, kalau ibu pakai > mesti lawa ni....' Dia bermonolog sendiri. Along > melangkah masuk ke dalam kedai itu. Sedang dia > membelek-belek jubah itu, bahunya tiba-tiba disentuh > seseorang. Dia segera menoleh. Rupa-rupanya itu > Fariz, sahabatnya. "La...kau ke, apa kau buat kat > sini?", tanya Along ingin tahu sambil bersalaman > dengan Fariz. "Aku tolong jaga butik kakak aku. Kau > pulak buat apa kat sini?", soalnya pula. "Aku tak de > buat apa-apa, cuma nak tengok-tengok baju ni. Aku > ingat nak kasi mak aku!", jelas Along jujur. > "waa...bagus la kau ni Azam. Kalau kau nak beli aku > bagi less 50%. Macammana?" Terlopong mulut Along > mendengar tawaran Fariz itu. "Betul ke ni Riz? Nanti > marah kakak kau!", Along meminta kepastian. "Untuk > kawan baik aku, kakak aku mesti bagi punya!", balas > Fariz meyakinkannya. "Tapi aku kena beli minggu depan > la. Aku tak cukup duit sekarang ni." ! Cerita Along > agak keseganan. Fariz hanya menepuk mahunya sambil > tersenyum. "Kau ambik dulu, lepas tu kau bayar > sikit-sikit." Kata Fariz . Along hanya menggelengkan > kepala tanda tidak setuju. Dia tidak mahu berhutang > begitu. Jika ibunya tahu, mesti dia dimarahi > silap-silap dipukul lagi. "Dekat kau ada berapa > ringgit sekarang ni?", soal Fariz yang benar-benar > ingin membantu sahabatnya itu. Along menyeluk saku > seluarnya dan mengeluarkan dompet berwarna hitam yang > semakin lusuh itu. "Tak sampai sepuluh ringgit pun > Riz, tak pe lah, aku datang beli minggu depan. Kau > jangan jual dulu baju ni tau!", pesan Along > bersungguh-sungguh. Fariz hanya mengangguk senyum. > > Hari semakin lewat. Jarum pendek sudah melangkaui > nombor tujuh. Setelah tiba, kelihatan Angah dan Alang > sudah berada di dalam rumah. Mereka sedang rancak > berbual de! ngan ibu di ruang tamu. Dia menoleh ke arah > mereka seketika k emudian menuju ke dapur. Perutnya > terasa lapar sekali kerana sejak pulang dari sekolah > petang tadi dia belum makan lagi. Penutup makanan > diselak. Syukur masih ada sisa lauk-pauk yang ibu > masak tadi bersama sepinggan nasi di atas meja. Tanpa > berlengah dia terus makan sambil ditemani Si Tomei, > kucing kesayangan arwah ayahnya. "Baru nak balik > waktu ni? Buat hal apa lagi kat luar tu?", soalan ibu > yang bernada sindir itu tiba-tiba membantutkannya > daripada menghabiskan sisa makanan di dalam pinggan. > "Kenapa tak makan kat luar ja? Tau pulak, bila lapar > nak balik rumah!", leter ibu lagi. Along hanya diam. > Dia terus berusaha mengukir senyum dan membuat muka > selamber seperti tidak ada apa-apa yang berlaku. > Tiba-tiba Angah dan Alang menghampirinya di meja > makan. Mereka berdiri di sisi ibu yang masih > memandang ke arahnya seperti tidak berpuas ha! ti. > "Along ni teruk tau. Suka buat ibu susah hati. Kerana > Along, ibu kena marah dengan pengetua tu." Marah > Angah, adik perempuannya yang sedang belajar di MRSM. > Along mendiamkan diri. Diikutkan hati, mahu saja dia > menjawab kata-kata adiknya itu tetapi melihat kelibat > ibu yang masih di situ, dia mengambil jalan untuk > membisu sahaja. "Along! Kalau tak suka belajar, > berhenti je la. Buat je kerja lain yang berfaedah > daripada menghabiskan duit ibu", sampuk Alang, adik > lelakinya yang menuntut di sekolah berasrama penuh. > Kali ini kesabarannya benar-benar tercabar. Hatinya > semakin terluka melihat sikap mereka semua. Dia tahu, > pasti ibu mengadu pada mereka. Along mengangkat > mukanya memandang wajah ibu. Wajah tua si ibu masam > mencuka. Along tidak tahan lagi. Dia segera mencuci > tangan dan meluru ke biliknya. > > Perasaannya jadi ! kacau. Fikirannya bercelaru. Hatinya > pula jadi tidak keruan m emikirkan kata-kata mereka. > Along sedar, kalau dia menjawab, pasti ibu akan > semakin membencinya. Along nekad, esok pagi-pagi, dia > akan tinggalkan rumah. Dia akan mencari kerja di > Bandar. Kebetulan cuti sekolah selama seminggu > bermula esok. Seperti yang dinekadkan, pagi itu > selesai solat subuh, Along terus bersiap-siap dengan > membawa beg sekolah berisi pakaian, Along keluar > daripada rumah tanpa ucapan selamat. Dia sekadar > menyelitkan nota buat si ibu menyatakan bahawa dia > mengikuti program sekolah berkhemah di hutan selama > seminggu. Niatnya sekadar mahu mencari ketenangan > selama beberapa hari justeru dia terpaksa berbohong > agar ibu tidak bimbang dengan tindakannya itu. Along > menunggang motorsikalnya terus ke Pusat Bandar untuk > mencari pekerjaan. Nasib menyebelahinya, tengah hari > itu, dia diterima bekerja dengan Abang Joe sebagai &! gt; pembantu di bengkel membaiki motorsikal dengan upah > lima belas ringgit sehari, dia sudah rasa bersyukur > dan gembira. Gembira kerana tidak lama lagi, dia > dapat membeli jubah untuk ibu. Hari ini hari ke empat > Along keluar daripada rumah. Si ibu sedikit gelisah > memikirkan apa yang dilakukan Along di luar. Dia juga > berasa agak rindu dengan Along. Entah mengapa hati > keibuannya agak tersentuh setiap kali terpandang > bilik Along. Tetapi kerinduan dan kerisauan itu > terubat apabila melihat gurau senda anak-anaknya yang > lain. > > Seperti selalu, Along bekerja keras membantu Abang > Joe di bengkelnya. Sikap Abang Joe yang baik dan > kelakar itu sedikit sebanyak mengubat hatinya yang > luka. Abang Joe baik. Dia banyak membantu Along > antaranya menumpangkan Along di rumahnya dengan > percuma. "Azam, kalau aku tanya kau jangan marah k!", > ! soal Abang Joe tiba-tiba sewaktu mereka menikmati > nasi bungku s tengah hari itu. "Macam serius jer > bunyinya Abang Joe?" Along kehairanan. "Sebenarnya, > kau lari dari rumah kan ?" Along tersedak mendengar > soalan itu. Nasi yang disuap ke dalam mulut tersembur > keluar Matanya juga kemerah-merahan menahan sedakan. > Melihat keadaan Along itu, Abang Joe segera > menghulurkan air. "Kenapa lari dari rumah? Bergaduh > dengan parents?" Tanya Abang Joe lagi cuba menduga. > Soalan Abang Joe itu benar-benar membuatkan hati > Along sebak. Along mendiamkan diri. Dia terus menyuap > nasi ke dalam mulut dan mengunyah perlahan. Dia cuba > menundukkan mukanya cuba menahan perasaan sedih. > "Azam, kau ada cita-cita tak...ataupun impian > ker...?" Abang Joe mengubah topik setelah melihat > reaksi Along yang kurang selesa dengan soalannya > tadi. " Ada " jawab Along pendek "Kau nak jadi apa > besar nanti? Jurutera? Doktor? Cikgu? Pemain bol! a? > Mekanik macam aku....atau...." Along > menggeleng-gelengkan kepala. "semua tak...Cuma satu > je, saya nak mati dalam pangkuan ibu saya." Jawab > Along disusuli ketawanya. Abang Joe melemparkan > tulang ayam ke arah Along yang tidak serius menjawab > soalannya itu. " Ala , gurau ja la Abang Joe. > Sebenarnya....saya nak bawa ibu saya ke Mekah > dan...saya....saya nak jadi anak yang soleh!". > Perlahan sahaja suaranya namun masih jelas didengari > telinga Abang Joe. Abang Joe tersenyum mendengar > jawapannya. Dia bersyukur di dalam hati kerana > mengenali seorang anak yang begitu baik. Dia sendiri > sudah bertahun-tahun membuka bengkel itu namun belum > pernah ada cita-cita mahu menghantar ibu ke Mekah. > > Setelah tamat waktu rehat, mereka menyambung kerja > masing-masing. Tidak seperti selalu, petang itu Along > kelihatan banyak berfikir. Mungki! n terkesan dengan > soalan Abang Joe sewaktu makan tadi. "Abang Joe, hari > ni, saya nak balik rumah ...terima kasih banyak > kerana jaga saya beberapa hari ni", ucap Along > sewaktu selesai menutup pintu bengkel. Abang Joe yang > sedang mencuci tangannya hanya mengangguk. Hatinya > gembira kerana akhirnya anak muda itu mahu pulang ke > pangkuan keluarga. Sebelum berlalu, Along memeluk > lelaki bertubuh sasa itu. Ini menyebabkan Abang Joe > terasa agak sebak "Abang Joe, jaga diri baik-baik. > Barang-barang yang saya tinggal kat rumah Abang Joe > tu, saya hadiahkan untuk Abang Joe." Kata Along lagi > "Tapi, kau kan boleh datang bila-bila yang kau suka > ke rumah aku!?", soal Abang Joe. Dia risau > kalau-kalau Along menyalah anggap tentang soalannya > tadi. Along hanya senyum memandangnya. "Tak apa, saya > bagi kat Abang Joe. Abang Joe, terima kasih banyak > ye! Saya rasa tak mampu nak balas budi baik abang. > Tapi, saya ! doakan perniagaan abang ni semakin maju." > Balasnya dengan tenang. Sekali lagi Abang Joe > memeluknya bagai seorang abang memeluk adiknya yang > akan pergi jauh. > > Berbekalkan upahnya, Along segera menuju ke butik > kakak Fariz untuk membeli jubah yang diidamkannya > itu. Setibanya di sana , tanpa berlengah dia terus ke > tempat di mana baju itu disangkut. " Hey Azam, mana > kau pergi? Hari tu mak kau ada tanya aku pasal kau. > Kau lari dari rumah ke?", soal Fariz setelah > menyedari kedatangan sahabatnya itu Along hanya > tersengeh menampakkan giginya. "Zam, mak kau marah > kau lagi ke? Kenapa kau tak bagitau hal sebenar pasal > kes kau tumbuk si Malik tu?" "Tak pe lah, perkara dah > berlalu....lagipun, aku tak nak ibu aku terasa hati > kalau dia dengar tentang perkara ni", terang Along > dengan tenang. "Kau jadi mangsa. Tengok, kalau kau > tak b! agitau, mak kau ingat kau yang salah", kata > Fariz lagi. "Tak apa lah Riz, aku tak nak ibu aku > sedih. Lagipun aku tak kisah." "Zam..kau ni....." > "Aku ok, lagipun aku sayang dekat ibu aku. Aku tak > nak dia sedih dan ingat kisah lama tu." Jelas Along > memotong kata-kata si sahabat yang masih tidak > berpuas hati itu. "Aku nak beli jubah ni Riz. Kau > tolong balutkan ek, jangan lupa lekat kad ni sekali, > k!", pinta Along sambil menyerahkan sekeping kad > berwarna merah jambu. "No problem...tapi, mana kau > dapat duit? Kau kerja ke?" , soal Fariz ingin tahu. > "Aku kerja kat bengkel Abang Joe.. Jadi pembantu > dia", terang Along. "Abang Joe mana ni?" "Yang buka > bengkel motor kat Jalan Selasih sebelah kedai makan > pakcik kantin kita tu!", jelas Along dengan panjang > lebar. Fariz mengangguk . "Azam, kau nak bagi hadiah > ni kat mak kau bila?" "Hari ni la..." balas Along. > "Ooo hari lahir ibu kau hari ni ek?" "Bukan, min! ggu > depan..." "Habis?. Kenapa kau tak tunggu minggu depan > je?", soal Fariz lagi. "Aku rasa hari ni je yang yang > sempat untuk aku bagi hadiah ni. Lagipun, aku harap > lepas ni ibu aku tak marah aku lagi." Jawabnya sambil > mengukir senyum. > > Along keluar daripada kedai. Kelihatan hujan mulai > turun. Namun Along tidak sabar menunggu untuk segera > menyerahkan hadiah itu untuk ibu. Sambil menunggang, > Along membayangkan wajah ibu yang sedang tersenyum > menerima hadiahnya itu. Motosikalnya sudah membelok > ke Jalan Nuri II. Tiba di simpang hadapan lorong > masuk ke rumahnya, sebuah kereta wira yang cuba > mengelak daripada melanggar seekor kucing hilang > kawalan dan terus merempuh Along dari depan yang > tidak sempat mengelak. Akibat perlanggaran yang kuat > itu, Along terpelanting ke tengah jalan dan mengalami > hentakan yang kuat di kepala ! dan belakangnya. Topi > keledar yang dipakai mengalami retakan dan tercabut > daripada kepalanya, Along membuka matanya > perlahan-lahan dan terus mencari hadiah untuk si ibu > dan dengan sisa kudrat yang ada, dia cuba mencapai > hadiah yang tercampak berhampirannya itu. Dia > menggenggam kuat cebisan kain dan kad yang terburai > dari kotak itu. Darah semakin membuak-buak keluar > dari hidungnya. Kepalanya juga terasa sangat berat, > pandangannya berpinar-pinar dan nafasnya semakin > tersekat-sekat. Dalam keparahan itu, Along melihat > kelibat orang-orang yang sangat dikenalinya sedang > berlari ke arahnya. Serta merta tubuhnya terus > dirangkul seorang wanita. Dia tahu, wanita itu adalah > ibunya. Terasa bahagia sekali apabila dahinya dikucup > saat itu. Along gembira. Itu kucupan daripada ibunya. > Dia juga dapat mendengar suara Angah, Alang dan Atih > memanggil-manggil namanya. Namun tiada suara yang > keluar dari ke! rongkongnya saat itu. Along semakin > lemah. Namun, dia kuatkan semangat dan cuba > menghulurkan jubah dan kad yang masih digenggamannya > itu. "Ha..hadiah....untuk.....ibu........." ucapnya > sambil berusaha mengukir senyuman. Senyuman terakhir > buat ibu yang sangat dicintainya. Si ibu begitu sebak > dan sedih. Si anak dipeluknya sambil dicium > berkali-kali. Air matanya merembes keluar bagai tidak > dapat ditahan lagi. Pandangan Along semakin kelam. > Sebelum matanya tertutup rapat, terasa ada air hangat > yang menitik ke wajahnya. Akhirnya, Along terkulai > dalam pangkuan ibu dan dia pergi untuk > selama-lamanya. > > Selesai upacara pengebumian, si ibu terus duduk di > sisi kubur Along bersama Angah, Alang dan Atih. > Dengan lemah, wanita itu mengeluarkan bungkusan yang > hampir relai dari beg tangannya. Sekeping kad > berwarna merah jambu bertom! pok darah yang kering > dibukanya lalu dibaca. 'Buat ibu yang s angat > dikasihi, ampunkanlah salah silap along selama ini. > Andai along melukakan hati ibu, along pinta sejuta > kemaafan. Terimalah maaf along bu..Along janji tak > kan membuatkan ibu marah lagi. Ibu, Along sayang ibu > selama-lamanya. Selamat hari lahir ibu... dan > terimalah hadiah ini.....UNTUKMU IBU!' Kad itu > dilipat dan dicium. Air mata yang bermanik mula > berjurai membasahi pipi. Begitu juga perasaan yang > dirasai Angah, Alang dan Atih. Masing-masing berasa > pilu dan sedih dengan pemergian seorang abang yang > selama ini disisihkan. Sedang melayani perasaan > masing-masing, Fariz tiba-tiba muncul. Dia terus > mendekati wanita tua itu lalu mencurahkan segala apa > yang dipendamnya selama ini. "Makcik, ampunkan segala > kesalahan Azam. Azam tak bersalah langsung dalam kes > pergaduhan tu makcik. Sebenarnya, waktu Azam dan saya > sibuk menyiapkan ! lukisan, Malik datang dekat kami Dia > sengaja cari pasal dengan Azam dengan menumpahkan > warna air dekat lukisan Azam. Lepas tu, dia ejek-ejek > Azam. Dia cakap Azam anak pembunuh. Bapa Azam seorang > pembunuh dan .. dia jugak cakap, ibunya seorang > perempuan gila.." cerita Fariz dengan nada sebak. Si > ibu terkejut mendengarnya. Terbayang di ruang matanya > pada ketika dia merotan Along kerana kesalahan > menumbuk Malik. "Tapi, kenapa arwah tidak ceritakan > pada makcik Fariz?" Soalnya dengan sedu sedan. > "Sebab.....dia tak mahu makcik sedih dan teringat > kembali peristiwa dulu. Dia cakap, dia tak nak makcik > jatuh sakit lagi, dia tak nak mengambil semua > ketenangan yang makcik ada sekarang...walaupun dia > disalahkan, dia terima. Tapi dia tak sanggup tengok > makcik dimasukkan ke hospital sakit jiwa semula...." > Terang Fariz lagi. Dia berasa puas kerana ! dapat > menyatakan kebenaran bagi pihak sahabatnya itu. > ; > Si ibu terdiam mendengar penjelasan Fariz. Terasa > seluruh anggota badannya menjadi Lemah. Berbagai > perasaan mencengkam hatinya. Sungguh hatinya terasa > sangat pilu dan terharu dengan pengorbanan si anak > yang selama ini dianggap derhaka. > > p/s : sayangilah ibu anda sementara beliau masih > ada...